PERJANJIAN YANG LUPA
Tuhan, aku tau rasa sakitnya melebihi yang pernah aku bayangkan. Tapi Tuhan mampukah aku mengukurnya sebagaimana aku menahannya. Aku tak merasakan jantung dan nafasku, semua hanya perih sampai ke ulu hati. Betapa bencinya Engkau pada hambamu yang sangat hina dan penuh dosa ini Tuhan.
Semua tubuh raga ini memanglah milikmu Tuhan, tapi Tuhan berikanlah aku kesempatan setelah Engkau mengambil sebagian dari jantung dan hatiku yang kecil untuk suami hamba. Untuk membahagiakannya sekali lagi sampai dia merasa senang dengan keberadaanku di sisinya.
Engkau paling tahu Tuhan, tak ada seorangpun yang pernah membuat aku sepuas dan sebahagia aku menjadi seorang wanita. Setelah aku memilikinya, aku merabanya mencoba memahaminya dan memainkan perasaanku sehingga aku terhanyut di dasar palung hatinya. Aku lupa milikMu. Sekali lagi aku lupa, bahwa aku sudah melakukan janji sebelum angin surga berhembus mengenai ujung rambutku aku lupa akan sebuah perjanjian.
Aku mencoba menghindar dan bersembunyi dariMu. Satu persatu kekesalanMu telah terlemparkan mengenai tulang pelindungku. Kau tahu betul, apa yang menjadi kelemahan wanita ini ialah air. Dia mengalirkan air yang begitu deras hingga aku terkoyah di dasar palungnya, membuatku tak nyaman dan memaksakan aku untuk keluar dari persembunyian. Hingga Engkau menemukanku dengan keadaan malu.
Aku bersalah, hukumlah aku sebagaimana aku melawanMu. Satu kali lagi Engkau mengambil secuil jantung dan hatiku berbentuk bayi yang belum sempurna. Memang sebelumnya aku bisa menahan rasa sakitnya. Masih terlihat jelas senyum lebar dibibirku. Namun bukan berarti aku melupakan akan perjanjianku dulu denganMu, melainkan aku hanya ingin terlihat bahwa aku kuat dan baik baik saja.
Engkau masih berkesal pada wanita yang bersembunyi bertahun tahun ini. Tak segan segan telah terkirim berbagai rasa sakit lain yang dimana aku sudah sangat lemah dan tak mampu menyerang lagi. Aku masih punya secuil jantung dan hati yang masih aku tukar dengan perjanjian yang dulu aku hindari. Tetapi tuhan, jangan mengambil ragaku begitu cepat sebelum suamiku pulang.
An. 21-11
Kata kata ini tertulis saat aku sedang hancur akan kepergian anak pertamaku "Abada Rayhan Nasikin"
Komentar
Posting Komentar